Proses Versus Hasil Akhir
"Memang penting untuk memiliki tujuan, tapi tujuan tersebut hendaknya tidak menjadikan kita memiliki ambisi yang berlebihan"
Sudah lama tidak menulis. Rasanya agak sedikit hampa. Ya, mungkin karena Sora sudah kelas XII, jadi harus fokus ke UN. Padahal dulu waktu kelas XI, sepertinya setiap bulan ada saja LKTI yang Sora ikuti, walaupun lebih sering nggak dapat juara daripada dapatnya, tapi menulis itu memberikan sensasi tersendiri yang nggak bisa diungkapkan hanya dengan sekadar kata-kata. Semriwing geli-geli gimana gitu. Jadi inget saat-saat kejar-kejaran dengan garis kematian (baca: deadline), ada di sekolah selama 12 jam untuk ngelanjutin karya tulis, mejeng di tempat fotokopi, minta tanda tangan artis eh kepala sekolah :P, dan hal-hal memacu adrenalin lainnya. Nggak kalah mendebarkan dibandingkan naik tornado yang ada di dufan itu deh (sok tau dikit, padahal belum pernah ke sana, hhe).
Walaupun mungkin banyak yang menganggap menulis itu benar-benar nggak seru, tapi dari perspektif Sora itu akan tetap sangat mengasyikkan :D Bahkan, sampai-sampai kawan seperjuangan Sora mengatakan bahwa menulis itu seperti "membuat anak." Eitts.. jangan negatif dulu pikirannya, Sora nggak akan membahas pelajaran biologi kok kali ini. Ungkapan itu dianalogikan dengan proses saat kami berusaha melahirkan karya terbaik yang kami mampu hasilkan. Setiap orang pasti selalu menginginkan anak yang sempurna kan. Begitu juga dengan kami, kami akan selalu berjuang untuk menghasilkan tulisan yang sesempurna mungkin, walau memang kesempurnaan yang mutlak hanya milik Tuhan.
Dari menulis, Sora juga akhirnya memahami kata-kata ini "yang terpenting adalah proses dan bukan hasil akhir" Sora dulu sempat berpikir, untuk apa proses kalau hasil akhirnya nggak sesuai harapan. Pemikiran yang picik dari seorang anak kecil (walau sekarang masih tetap anak kecil, hehe). Untunglah Sora sadar atau lebih tepatnya disadarkan, tepatnya tanggal 18 Agustus 2012, saat itu Sora memiliki ambisi yang katakanlah agak lebay. Setelah 'mengubah sejarah' mungkin ada sedikit benih-benih ego dan keangkuhan yang mulai tumbuh dalam diri Sora. Sora sangat bersyukur ego itu segera dipangkas, Sora tidak ingin mengatakan dihabisi karena ego dalam diri manusia itu manusiawi.
Yaelah, kok Sora curcol, ok back to the topic, proses itu penting, bahkan sangat melebihi hasil akhir. Jika kita hanya terpaku pada hasil akhir, tanpa memedulikan proses yang terjadi, kita akan membuang sia-sia sensasi yang teramat seru dan menjadi orang ambisius. Bagi Sora sendiri, orang yang terlalu ambisius itu terkadang menakutkan, karena akan melakukan segala cara untuk memenuhi ambisinya dan menjadi orang yang apatis. Hanya terpaku pada hasil akhir, dapat diibaratkan dengan berbuat pamrih, sebab kita akan mengharapkan imbalan atas yang kita lakukan. Memang tidak ada salahnya mengharapkan reward dari kerja keras kita, tapi gimana kalau ternyata imbalannya nggak sesuai dengan yang diharapkan, tentu pada akhirnya kita akan mengkambinghitamkan, mengkambingputihkan, bahkan mengkambingungukan orang lain.
Akan lain halnya jika kita lebih menikmati proses daripada hasil yang diperoleh, dengan begitu kita akan menjadi orang yang ikhlas dalam menerima segala sesuatunya. Karena segala proses, segala tantangan, perjuangan yang telah kita lalui nggak akan sia-sia. Sora sudah merasakannya sendiri kawan, walaupun masih dalam tataran sebagai seorang anak yang bau kencur, padahal Sora udah pakai parfum tapi tetep juga bau kencur, Sora sudah mulai belajar menjadi orang yang penuh dengan rasa syukur. Memang masih terasa sedikit menyakitkan ketika berusaha bersyukur atas segala sesuatu yang terjadi di luar harapan, namun Sora akan berusaha, sepertinya itu akan menjadi semriwing geli-geli selanjutnya untuk Sora.
0 komentar: